Tak ada pertemuan yang tak terkenang, dan tak ada kenangan yang terlupakan.
Surabaya, Agustus 2010
Terik tak pernah mengalah. Selalu saja menyisakan peluh di tubuhku, aku tak begitu menikmatinya. Demi sampai di rumah orang kesayangan aku terus mengayuh sepedaku. Pakaian sudah lusuh oleh keringat dan debu. Tapi aku harus sampai disana. Tak ada yang menantiku disana, tapi bagian depan rumah itu selalu mengundangku setiap tahunnya. Karena kenangan.
Aku berhenti sejenak, menghela nafas panjang dan menenggak minuman dari si biru. Sekilas terbayang semua kenangan itu. Selalu melewati waktu berdua bersama diluar rumah, di hamparan hijau dengan beberapa pot anggrek dan tanaman lainnya. Taman yang menyimpan milyaran cerita, antara aku dan nenek. Taman yang tak pernah berhenti melindungi kami berdua dari terik. taman yang selalu menyambutku dengan hembusan angin tenangnya. Bukan rumah, hanya taman rumah. Aku mengerti akan ada yang berbeda jika hari ini aku datang kesana. Tak akan ada lagi cerita-cerita yang menakjubkan itu. Aku akan sangat rindu.
Sudah satu tahun nenek kembali ke sisi Allah, Sang Pencipta. Aku tak pernah menyangka jika tahun lalu adalah tahun terakhir taman itu menjadi rumah bagi kami dan segala ceritanya. Jika aku punya pilihan lain, aku memilih untuk tak datang. tapi taman mengundangku, dan akan menyambut kedatanganku nanti, pasti. Ku lanjutkan mengayuh sepedaku, mencoba berdamai sedikit saja dengan terik. Lima, sepuluh, limabelas menit berlalu.
Sudah terlihat hijau yang menggoda dari kejauhan. Pagar yang tak benar-benar menutupi keindahannya. Aku percepat laju sepedaku. Hosh Hosh, nafasku mulai tersengal, tapi si hijau terus menggoda pandanganku. Ada pemandangan yang berbeda, ramai sekali disana. Segerombol manusia tampak sedang melihat-lihat ke dalam rumah. Beberapa pertanyaan berlalu-lalang, salah satunya "Apa tamanku sudah menjadi taman nasional hingga sudah boleh dikunjungi banyak orang?" Menerka, mengira, hingga sepedaku berhenti tepat didepan pagarnya. Dan...ada satu tulisan disana. Tak percaya aku membacanya.
"DIJUAL!!!"
Hatiku bagai kepala tentara yang tertembak, terlindas kendaraan berat, terinjak, HANCUR. Tangisku tak tertahankan. Tamanku, taman nenekku, taman anggrekku. Aku mengenali mereka semua dan mereka pun mengerti mengapa aku menangis. Salah satunya memelukku. Tak ada yang dapat aku lakukan, bahkan untuk melangkah pun aku tak mampu. Sudah kehilangan nenek, dan sekarang akan kehilangan taman kami. Lemah, pelan, berbisik ku katakan pada mereka,
"Jangan kau jual kenanganku, nenek dan anggrek, aku mohon."
Keren!
ReplyDelete:) makasiiiiiiiy..
ReplyDelete