Tuesday 6 August 2013

Thanks for This

Sore yang perlahan pergi, meninggalkan sisa, jingga. Sayup ku dengar suara angin, menentramkan hati yang tengah cemas menanti. Mengapa ia tak kunjung datang? Lupakah tentang janji hari ini?

"Sayang", suara itu membuyarkan lamunanku. Akhirnya ia datang, terimakasih Tuhan.

Sosok lelaki tinggi dengan kaos hitam, warna favoritnya, datang di hadapanku. Tersadar ada empat mata yang saling menatap dan dua bibir yang tak henti tersenyum. Masih dengan posisi semula, diatas bangku kayu tempat kami biasa berbagi cerita, untuk sekedar menatapnya pun aku bahagia. Tanpa kata, tanpa bicara, tanpa isyarat, mungkin ia tak mengerti betapa berartinya rasa indah ini setiap aku bersamanya, yang ia pahami hanya aku selalu menunggunya datang. 

"Sudah? Berangkat sekarang, sayang?" tanya lelaki kesayangan.

"boleh," jawabku singkat.

Mobil melaju dengan kecepatan rendah, aku masih terus menatapnya, berharap akan ada hari esok untuk kembali menatap teduh matanya. Kami menuju tempat yang ku harap membuatku nyaman untuk berlama-lama di dalamnya.

------------------------

"Assalamualaikum," salamku pada pemilik rumah.

"Waalaikumsalam, oooohh ini pacarnya mas," aku terkejut, ada sosok tampan kira-kira berumur 10 tahun menjawab salamku dengan mata berbinar.

Rupanya ada orang lain yang menungguku, di dalam rumah. Seorang wanita berbadan mungil, cantik, matanya pun mengisyaratkan sesuatu yang aku belum bisa menangkapnya hingga detik ini. Tanpa ku sadari aku melupakan lelaki kesayangan karena terlalu mengalir dalam ombak perbincangan keluarga hangat ini. Dimulai dari pernyataan dan pertanyaan ringan, hingga beberapa pesan untuk kedekatanku dan dia. 

Sudah enam puluh delapan menit aku disini dan masih saja lelaki 10 tahun ini bergelayut manja di lenganku sembari mengajakku bermain. Aku memang tak paham dengan permainannya, tapi aku paham si kecil ini ingin menunjukkan kesukaannya padaku, cerdas. Jam makan malam pun tiba, sejak tadi sampai saat ini, wanita berbadan mungil memberiku sebuah amanah dan aku berharap aku mampu menjalankannya. 

"Iya, begitulah, nak. Sampaikan padanya tentang apa yang saya ingin. Saya harap dia mau mendengarkanmu," ucapnya lirih namun penuh harap.

"InsyaAllah, atas ridho Allah ya, saya akan coba sampaikan," jawabku berharap sedikit menenangkannya.

"Terimakasih," senyumnya tersungging. Ada sedikit lega di hatiku.

"Kalau begitu saya pamit pulang, sampai bertemu lain waktu," balasku sembari berkata dalam hati, -saya akan merindukan keluarga ini-

-------------------------

"Sayang, ada apa? Memikirkan sesuatu?" tanya lelaki kesayangan ini.

"Tidak. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu, amanah, dari bunda dan adik-adikmu, sayang,"

Semua pesan mengalir begitu saja, sedikit nada manja dan merayu berharap ia akan meng-iya-kan permintaan-permintaan ini. Ragu menyapa, masih saja ku lanjutkan demi membahagiakan keluarga yang baru saja ku temui. Aku merasa memiliki tanggung jawab tentang ini. Beberapa kali ia menghela nafas panjang tanda keberatan, aku hanya tersenyum. Sampai aku yakin "iya" darinya bukan hanya sekedar kata. Dan sedikit harap, "Tuhan, bantu aku meyakinkannya. Bantu ia ikhlas".

Perjalanan yang tak seberapa jauh terasa lama karena suasana menegangkan ini. Sedikit perdebatan menghiasi bincang malam. Emosi, cinta, bahagia, harap, cemas, rindu, menyatu dalam hatiku, mungkin juga hatinya. Ku tajamkan mataku ke arahnya yang sedang memperhatikan jalanan, aku suka menatapnya, aku selalu rindu untuk menatapnya seperti ini. Sempat ia bertanya bahagia kah aku? Apa orang tuanya membebaniku? Aku hanya tersenyum. Mataku memancarkan cemas, namun hatiku melompat kegirangan. 

Mobil putih ini berhenti tepat di depan rumahku. Aku tak segera beranjak, masih mencari alasan untuk tetap menatapnya. Menanyakan beberapa hal dan diam, kembali menatapnya. Indah senyumnya, teduh matanya, aku kan segera merindukannya, lagi. Mau tak mau aku harus turun, kembali ke rumah. Namun ia tak tau, aku sudah menuliskan sebuah ringkasan perjalanan untuknya, beserta jawaban-jawaban atas semua pertanyaannya.

"Terimakasih untuk tatap mata yang selalu teduh, untuk senyum yang selalu menenangkan, untuk ucap yang selalu meyakinkan, untuk keluarga baru yang ku sayang sejak aku mengucap salam. Sayang, sampaikan salamku untuk ayah, bunda, dan adik-adikmu. Kau tau, tak ada lagi yang membebani pikiranku. Karena bahagia adalah.....saat aku menemukan keluarga baru yang hangat, saat aku berbincang dengan dua adikmu, saat dapat menyayangi bukan hanya pribadimu tapi juga keluargamu. Terimakasih untuk malam yang indah ini."

Berharap lelaki kesayangan lekas membacanya dan tersenyum lega setelahnya. Tuhan, terimakasih untuk nikmatMu yang luar biasa ini. Aku bahagia.

No comments:

Post a Comment