Saturday, 27 July 2013

Question!!!

"Kakak, nanti setelah belajar, temani ibu belanja ya, nak," ucap ibu.

"Ya, bu."

Panas sekali rupanya hari ini. Harus berdiri belasan menit untuk menunggu angkutan yang akan membawaku dan ibu ke pasar datang. Sudah delapan belas tahun usiaku, namun ibu selalu menggenggam tanganku sepanjang jalan. Seakan begitu takut kehilangan aku. Jika aku mengeluh karena merasa diperlakukan seperti anak kecil, ibu selalu menjawab ibu tak ingin kehilangan harta yang paling berharga. Kami memang tinggal berdua di rumah, aku dan ibu. Tatap dan ucap yang selalu meneduhkan dari ibu tak pernah henti ku nikmati setiap harinya. Wanita yang tak pernah henti menyunggingkan senyumnya untukku. Disini aku teringat pada tanya dan gores yang pernah ada dalam diriku.

--------------------------

Siapakah dia?
Tak pernah ada gambarnya 
Bahkan tak tersebut namanya
Kapan aku dapat bertanya?
Dan akankah aku mendapat jawabnya?
Mungkin..
Siapakah dia?
Ijinkan aku menjadi pemujanya
Menjadi seorang yang mengaguminya
Merasa aman berada di dekatnya
Ijinkan aku tau jawabnya,
nanti

--------------------------

Menyusuri tempat kesukaan para ibu ini, aku suka. Hingga penuh keranjang kami, hingga lelah kaki kami, hingga naik semangat kami untuk segera sampai di rumah dan mengolah semua bahan ini. Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah, namun tanya ini terus berkeliaran di sarang pikiranku. Ku lihat wajah ibu yang masih tersenyum sembari merebahkan badan di sofa depan.

"Ibu, boleh kakak bertanya sesuatu, bu?"

"Boleh, tumben anak ibu ini serius sekali. Ada apa? Sini," kata Ibu sembari menggeser posisi duduknya dan menggenggam tanganku.

"Ibu, boleh aku tau, siapa ayahku?"

Ada kecemasan di wajahnya, berubah menjadi raut sedih. Lalu ibu memelukku.Lama sekali ibu menjawab pertanyaan ini. Aku masih menunggu, dan merasakan ada air jatuh di pundakku. Ku lingkarkan tangan pada tubuh ibu, dan meminta maaf dalam hati. 

"Maaf, nak. Ibu terlalu liar untuk tau siapa, lelaki mana yang sebenarnya ayahmu. Maafkan ibu"

Monday, 22 July 2013

Hampir Genap

Yogyakarta, kota yang selalu istimewa dan penuh kenangan. Disini, kota yang bisa disebut sebagai ibukota kebudayaan, aku singgah untuk sebulan. Tidak terasa sudah dua puluh delapan hari aku disini, tinggal dua hari lagi. Ada rasa bahagia aku menyambut tanggal kepulanganku, ke rumah. Ada juga rasa sedih harus meninggalkan kota ini dan semua yang sudah menemaniku disini, juga pekerjaan yang sudah mulai aku nikmati. Dilema, pulang atau tidak, pulang atau tidak. Ah pulang saja lah. Aku rindu rumah, mama, papa, mbak dan adek. Sering sekali aku mengeluh ke beberapa teman bagaimana inginnya aku pulang, bagaimana rindunya aku pada kota pahlawan, Surabaya. Bukan karena aku tidak betah disini, aku sangat betah, cuma rinduku lebih mendesak di hati.

Hampir genap sebulan aku tinggal di rumah Mba Nurul. Teringat sebulan lalu waktu Mba Nurul mengatakan aku tinggal di rumahnya saja, Mba Nurul tidak mengijinkan aku untuk kos disana. Dua puluh enam hari aku tinggal bersama Mba yang baiknya luar biasa ini. Makan berdua, berbagi cerita, hampir setiap hari Mba Nurul antar-jemput aku ke tempat kerja. Aku merepotkan ya Mba, hhehe.. Dan beberapa pertanyaan dari Mba Nurul yang akan selalu ku ingat :

1. Besok masuk jam berapa, dek?
2. Pulang lebih cepat atau ontime?
3. Ada rencana atau rikues kemana hari ini?
4. Deymen, mau makan apa hari ini? Ada rikues?
5. Buka puasa dan makan di rumah atau sama yovi nuno (sebutan untuk dua     temanku dari Surabaya) ?
6. Dek, mulih dewe sanggup?
7. dan masih banyak pertanyaan yang belum tertulis disini. #nahanAirMata




Hari-hari sebelum mulai magang, aku dan Mba Nurul menyempatkan diri mengunjungi pantai di Gunung Kidul. Sudah kami bawa bekal dari rumah, air putih gelasan, hanya segelas untuk berdua, coklat, puding buatan Mba Nurul, krupuk. Subhanallah, bahagianya aku hari itu dan berharap Mba Nurul bahagia juga. Terimakasih Mba sayang. Di perjalanan pulang, kita berhenti di Bukit Bintang, berharap bisa melihat kota Yogyakarta di malam hari. Tapi begitu mendengar adzan maghrib, sebelum gelap, kita memutuskan untuk turun, mencari masjid. Mungkin nanti kalau aku sudah pulang, aku akan rindu momen ini. Apalagi di hari terakhir Mba Nurul jemput aku kerja, Mba Nurul bilang "dek, nanti kalau ke jogja lagi, berangkat pagi ya. sampe sini siang, sorenya kita ke bukit bintang". Aaaahhh Mba Nurul, akan kangen Mba pasti, pasti.

Ingat kalau Mba Nurul masak, aku tidak boleh sedikitpun mendekat, grogi mungkin. Tapi akhirnya kita masak kue berdua, dilengkapi lagu dari handphone Mba Nurul, serasa sedang main film. Tidak lupa juga acara buka bersama di rumah Mba Nurul, kita membagi tugas. Alhasil persiapan masak yang dimulai dari malam sebelumnya, pagi-pagi ke warung membeli sayuran dan bahan lain, sampai selesai semua jam 4 sore. Aku bahagia, sungguh. Menjelang maghrib mulai berdatangan orang-orang hebat lainnya, Mba Helley, Mba Kiki dan Dek Nada, Dek Reiny, Hanif, Mas Dhanny, Mas Ndaru, Adi, Yopi, dan Ersyad. Makan besar di rumah Mba Nurul, indahnya sore itu, 16 Juli 2013.

Hampir genap satu bulan aku bersama Mba Nurul, hampir genap sebulan aku diYogyakarta yang selalu istimewa ini, dan sudah genap kebahagiaanku disini. Mba Nurul, aku pasti kangen sama Mba. Terimakasih untuk hampir genap satu bulan ini, maaf untuk salahku selama di rumah. Mba Kiki, Nada, Mba Helley, Dek Reiny dan yang lain, terimakasih mau direpotkan dengan kehadiran Intan di Jogja. Dua hari lagi aku pulang, dan aku akan merindukan kalian, sangat. Terimakasih


Tulisan ini terinspirasi dari rasa terimakasih, haru dan bahagia ku selama di Yogyakarta. terimakasih Mba Nurul. Terimakasih teman-teman. Intan pasti rindu kota istimewa ini. Intan tunggu kalian di Surabaya. :')

This is not What I Want

Bandara Soekarno-Hatta, 21 Juli 2013.
Bismillah, untuk tugas mulia aku beranjak pagi ini dari kota yang penuh sesak. Pekerjaan yang mewajibkanku pergi dari kota satu ke kota lainnya. Disini, disampingku, biasanya ada seorang gadis yang menemaniku. Namun pagi ini aku hanya bisa mengirimkan sebuah pesan padanya, setelah tak terhitung berapa lama aku tak berbincang dengannya.

"Gue berangkat. Elu baik-baik di Jakarta. see you"
Message Sent.

Pesawat sudah mulai menuju ke atas awan, pikiranku masih saja di daratan, tertuju padanya. Sudah dua tahun aku mengenalnya, menghabiskan waktuku bersama gadis lucu ini. Seakan semua tawaku hanya karenanya dan untuknya. Semua cerita, peluk, kecup, beserta segala pelengkapnya memenuhi otakku siang ini, di atas awan. Tak sampai sepuluh menit segala keindahan itu berlalu-lalang, serasa dihentak bahwa setelah beberapa menit aku mengirim pesan, aku belum juga menerima balasan darinya. Ya, ini yang terjadi pada kami.

Yang dahulu tak lagi terjadi sekarang, kedekatan kami tak lagi menjadi bahagia. Dunianya bukan lagi duniaku. Entah siapa yang mulai menjauh, ini terjadi begitu saja. Bahkan ada perjanjian pada diri sendiri untuk melupakannya, begitupun pada dirinya demi menghargai privasi masing-masing. Masih di atas awan, ku buka album kesayanganku, untuk meninggalkannya di ruangan pun aku tak sanggup. Satu per-satu foto ku dan dia menghiasi penglihatan, betapa bahagianya saat itu, dan tentramnya hatiku saat ini. Lagi-lagi hanya bertahan sebentar. Tanpa ku sadari ada airmata, aku merindukannya, gadis lucu yang pelukannya selalu menghangatkanku. Sekarang dia punya bahagianya, begitupun aku, sama. Tapi aku masih terus memikirkannya dan berharap dia merindukanku juga. Bukan aku tak ingin bersamanya, ada orang lain yang harus ku bahagiakan disana, rumah. Aku sudah berjanji untuk pulang, untuk menjalani bahagiaku yang lain di rumah.

Pesawat sudah kembali ke haluannya, ke daratan dimana pikiranku selalu berpijak. Masih saja aku menunggu balasan darinya. Mungkin dia akan memberiku pesan lagi untuk menjaga kesehatan, untuk berhati-hati, makan tepat waktu, istirahat cukup dan cepat pulang. Potongan lagu Talking To The Moon mengalun, ah akhirnya dia membalas pesanku. Secepat kilat ku buka pesan darinya.

"Mana undangan nikahan lu buat gue? Ga ada?"

Damn! Bukan ini yang ku ingin. Hari bahagiaku tinggal tiga minggu lagi tapi aku masih saja tak sanggup menuliskan namanya di samping tulisan "kepada". Aku masih ingin menuliskan namanya bersanding dengan namaku. Entah apa yang harus aku katakan. Maafkan aku.

Sunday, 14 July 2013

Mantan Dermawan Negeri

Sial!! Mereka pikir mencari uang itu mudah? Masih memakai uang orang tua saja sombong sekali. Hey, nak, nanti saat kau sudah besar, kau akan mengerti bagaimana susahnya mencari seribu rupiah. Kau akan tau susahnya berfikir untuk membayar hutang-hutangmu. Lihat saja. Janganlah kau sombong sekarang. Ah sudahlah, biar mereka bersenang-senang dahulu. Mungkin mereka masih membanggakan putih abu-abunya.

Rentetan produsen asap masih saja bertahan di posisinya. Tapi aku, di antara langkahku sepagi ini, sudah ingin saja rasanya ku kibarkan bendera putih tanda menyerah. Tak apa, aku masih terus berjalan. Berusaha melanjutkan hidup, meski tak selalu aku mendapat yang ku inginkan. Debby menungguku, membawakan si pengisi perut. Bersabarlah, aku kan pulang dan membuat bentuk bulan sabit pada bibirmu. Masih terus menopang tubuhku, membebani kedua kaki dengan keinginanku untuk terus dan terus berjalan mencari mereka yang lain. Di depan sana, ya aku melihatnya. Irama laju langkahku sendiri dapat ku dengar, dan..sampai. Belum aku mengatakan sesuatu atau melakukan apapun, mereka melambaikan tangan dan berlalu.

Terkutuk kau! Begitu hinanya aku di matamu kah sampai kau menjauh tanpa sedikitpun tanda?? Bahkan salah satu dari kalian menutup hidung. Sialan! Awas kau! Nanti, lain kali kau bertemu aku, akan ku tutup hidungku dan ku ludahi wajahmu! Jijik aku melihatmu. Congkak! Jangan kau terus berjalan sembari mengangkat dagumu. Apa yang kau lihat? Langit? Tinggi nian, padahal ada tanah, sudah kau injak namun tak pernah kau lihat. Cuih! Persetan dengan kelakuanmu!

Sudah berubah warna bajuku karena keringat, basah. Masih saja si kanan kiri mengayun bergantian demi susur kota, untuk Debby. Tap Tap Tap. Terus dan terus irama kaki itu yang menjadi idolaku, setiap harinya. Masih mencari, masih semangat, meski tak ada lagi senyum tersungging. Hobi sekali penerang bumi ini membuatku basah karena panas dan keringat. Ku cari bangunan dengan jam atau apapun yang membuatku tahu jam berapa sekarang. Hari ini, aku melewati jalur yang berbeda, mungkin saja peruntunganku juga berbeda. Semoga. Gedung yang aku cari ada di seberang sana rupanya. Tapi ada yang mencuri mataku, segerombol orang berkelas dan barisan rapi puluhan mobil kinclong. Aku lupa sejenak tentang jam dinding dan dengan senyum ku beranikan diri menghampiri mereka. Lagi, bukan cuma lambaian tangan tapi juga cemoohan kali ini. Begini katanya "mba, mba, mbok ya kerja yang bener. Jangan cuma tangan dibawah. Nanti hak saya jadi punya kamu dong." Lalu pergi.

Brengsek!! Kau yakin itu hakmu? Hah? Bajingan kau! Sudah merasa jadi Tuhan rupanya. Baru jadi bawahan presiden saja sombong kali kau. Bajingan! Aku mengambil hakmu? Hak berapa orang di negeri ini yang kau ambil? Berapa kawanmu sudah masuk jeruji besi karena mengambil hak KAMI??!? Tapi ku lihat tak satupun kawanku mengikuti jejak kalian meski katanya kami mengambil hak kalian. Terus saja kau banggakan jas dan mobil mewahmu! Kau pikir lapangan pekerjaan di negara ini sudah sepadan dengan penduduknya? Kalau iya, mengapa kami tak mendapat? Mengapa kami masih saja menjadi sampah masyarakat seperti ini? Hei, para pemimpin negeri, banyak anak negara yang kau acuhkan! Ingat itu!

Aku hapus lusuh noda di bajuku, sedikit bermain mata dengan saku yang mendapat rezeki dari dermawan pagi tadi. Lima ribu rupiah. Lupakan setan-setan negeri itu, aku harus pulang. Debby, malaikat kecilku, ibu pulang nak. Membawa sesuatu untuk dicerna oleh perut mungilmu. Ibu pulang, nak.

Wednesday, 10 July 2013

CHANGE

Imagine the time we ever spent
together in that yellow building
Many boat-moon shapes that really meant
and until now i keep in saving

But, see
It's ours that becomes so flat
It's me
The one you have stopped to look at

There is dark cloud that kick me out
Then, none of you gives me allowance
To step into your newest crowd
Friends, I'm begging, could you see me once?

Mama Tara

Masakan mama enak. Kerang rebus, nasinya hangat, sayur brokoli sama jangung. Enak. Tadi Tara bangun kesiangan ya ma jadi ga bisa bantu mama masak. Hiks. Masakan mama tetep enak. Tadi Tara sama Arwil makannya banyak banget ma soalnya disuapin sama papa. Mama pasti senang kalau anaknya makan banyak. Kan mama biasanya bilang sama Tara, mama itu senang kalau anak mama makan banyak berarti masakan mama enak dan anak-anak mama suka. Kalau anak-anak mama suka, pasti mau makan dirumah terus kan ya. Iya, Tara mau makan dirumah terus aja. Mau makan masakan mama. Mau makan disuapin papa. Mau makan satu meja sama Kak Mutia sama Dek Arwil.

Oh iya ma, tadi waktu makan brokoli sama jagungnya, Tara jadi ingat mama sama Tara pernah masak berdua. Mama masih ingat kan ya masak-masak mau buka puasa itu ma. Iya itu yang kita masak berdua terus mama bilang sama Tara namanya sayur susu. Tara masih ingat loh isinya ma. mama bilang isinya...
Jagung yang udah disisir, harus banyak
Wortel dipotong kotak-kotak kecil
Brokoli juga dipotongin, ini Tara ikut bantu mama potongin loh ma
Ayam yang udah direbus terus dipotong-potong
Susu cari buat kuah
ditambah garam sama merica
itu kan ma? tapi papa suka pakai sambel botol juga, waktu itu Tara ngga suka. Mungkin kalau masak lagi, Tara mau coba pakai sambel.

Tara ingat ma. Berarti kita bisa masak itu lagi ma. Berdua lagi. Nanti mama lihat Tara aja, Tara yang masak buat mama. Terus nanti papa, kakak sama adek yang makan. Terus nanti ditengah makan, Tara mau bilang sama semua, Tara suka kalau masak sama mama. Tara suka di dapur sama mama. Tara juga sangat suka kalau papa, mbak, mama sama adek suka makanan buatan Tara biar nanti Tara bisa masak terus, kalau Tara besar dan udah jadi orang terkenal, semua masih mau makan masakan Tara. Terus nanti Tara mau mama bilang Tara bisa jadi koki besar dan terkenal. Tapi kalau Tara besar, Tara tetap mau masak sama mama. tara mau masak yang mama ajarin sama Tara. Tara tetep mau masak buat makan di rumah.

POKOKNYA MAMA JUARA SATU MASAKNYA. TAPI TURUN SEDIKIT KALO TARA UDAH BESAR. TARA JUARA SATUNYA. MAMA JUARA SATU SETENGAH.