Tuesday 3 September 2013

Coba Lihat, Dengar, dan Pahami

Masih enggan sang mentari membagi cahayanya, namun sudah ramai saja seseorang membagikan semangatnya. Di gelap dan dingin pagi seusai subuh ini terlihat sosok wanita paruh baya sudah sibuk dengan beberapa panci, termos, dan beberapa cangkir kosong khas "tea time". Di rumah ini, ia biasa dipanggil dengan sebutan ibu. Bukannya kembali ke tempat tidur karena terlalu lelah semalam, ibu justru bangun lebih awal untuk menyiapkan semuanya.

"Nak, ayo bangun. Sudah jam lima lebih. Seingat ibu, kamu kuliah pagi, kan, hari ini?" Ibu mencoba membangunkan anak tunggalnya, Anya.

"Hm," Anya menjawab singkat dan tidak jelas karena masih terlalu nyaman di balik selimut.

Setelah Ibu keluar dari kamarnya, Anya segera beranjak ke kamar mandi dan segera bersiap. Tidak banyak yang Anya lakukan karena ia termasuk gadis berambut panjang yang acuh pada penampilan. Ia biasa pergi ke kampus dengan kemeja, celana jeans, sneakers dan rambut panjang diikat sekenanya. "Ibuuuu, apa ibu lihat map Anya yang warna kuning? Kemarin Anya taruh disini," tanya Anya sambil menunjuk ke meja di ruang tamu lalu sibuk mencari-cari.

"Anya sarapan dulu. Mapnya sudah ibu simpan. Ibu takut mapnya hilang, jadi ibu taruh di meja kerja abi," jawab Ibu lembut.

Fyuuhh, lega sekali hati Anya. Ia tersenyum, menghampiri sang Ibu dan mencium pipi kiri Ibu, "Terima kasih Ibu sayang. Abi mana bu? Yuk sarapan."

Tiga orang di satu meja, menghabiskan sarapan masing-masing sambil bercerita. Kemarin Abi menyelesaikan berkas yang tertunda di ruang kerja, menemani Ibu makan, kembali ke ruang kerja, lalu menunggu Anya pulang. Sedangkan Anya seperti biasa sibuk dengan kuliah dan kegiatannya di kampus lalu sampai rumah yang tersisa hanya lelah dan langsung menuju tempat tidur, begitu setiap harinya. Dan Ibu, jawabannya hanya "Ibu kan sudah paten di rumah, cuma sedikit kok pekerjaannya." Lalu Ibu tersenyum.

---------------------------------------

"Assalamualaikum, Ibuu.. Abi.." Anya masuk rumah dan menaruh sepatu di dekat sofa. 

Setelah bersantai selama lima menit, Anya baru sadar bahwa ia belum mendengar jawaban dari Abi dan Ibunya. Anya mencari sekeliling rumah, namun Abi dan Ibu juga tidak ada. Segera Anya menelepon Ibu, tapi tidak biasanya telepon genggam Ibu justru tergeletak di meja makan. Lalu ia menelepon Abi, menunggu nada sambung berubah menjadi suara Abi. Tidak pernah Anya sekhawatir ini. 

"Assalamualaikum, Nak," syukurlah Abi segera menjawab telepon Anya. 

"Waalaikumsalam, Abi. Abi sama Ibu dimana? Kenapa telepon ibu ditinggal? Abi dan Ibu baik-baik, kan?" tanya Anya tanpa henti dan tidak memberikan kesempatan pada Abi untuk menjawab. 

"Anya, dengar Abi, Nak. Abi baik-baik saja. Abi masih bisa angkat telepon Anya. Tapi Ibu...," Abi menghentikan kalimatnya. Membuat Anya semakin khawatir.

"Ibu kenapa, Bi?"

Suara Abi terdengar semakin berat, "Ibu tadi pingsan saat menyiapkan makan malam. Kata dokter, Ibu terlalu lelah dan sebetulnya sudah beberapa kali ke puskesmas tanpa sepengetahuan Anya. Apalagi Ibu punya darah rendah. Mungkin sudah waktunya Ibu istirahat dulu. Tapi nanti Abi dan Ibu pulang. Anya bisa siapkan makan sendiri, nak?"

"B..i..s..a.. B..i..," jawab Anya yang tak mampu lagi berkata-kata.

Setelah menutup telepon Abi, Anya masih terdiam di sofa, menyandarkan tubuhnya. Anya berfikir, Anya selalu berangkat pagi dan pulang malam. Tapi ia baik-baik saja. Padahal kegiatannya di kampus cukup menguras tenaga dan pikiran. Mengapa Ibu yang hanya di rumah bisa sakit? Anya mengedarkan matanya ke seisi rumah. Bersih, tidak pernah kotor sedikitpun. Ini, ya..ini yang Ibu lakukan. Ibu tak pernah sedikitpun mengabaikan rumah, Abi, dan Anya. 

Anya tidak pernah tahu apa yang Ibu benar-benar lakukan. Bagaimana lelahnya membersihkan seisi rumah setiap harinya. Yang Anya tahu, Anya selalu menikmati masakan Ibu yang enak setiap pagi, Anya kuliah, dan Anya lelah saat pulang malam. Ibu selalu bertanya apa ada yang bisa Ibu bantu atau sekedar Ibu dengar ceritanya. Namun Anya tidak pernah sedikitpun bertanya apa yang Anya harus lakukan untuk meringankan pekerjaan Ibu di rumah.

Malam itu juga Anya sedikit saja menghilangkan rasa lelah sisa-sisa kegiatan hari ini. Setelah membersihkan diri, ia langsung menuju ke dapur dan menyiapkan apa saja yang bisa ia masak. Tidak lama setelahnya, Abi dan Ibu pulang. Mereka makan bersama dengan menu seadanya dan rasa yang ada-ada saja masakan Anya. 

"Ibu, Anya punya banyak cerita. Hari ini Anya berkegiatan, tapi Anya mulai suka di dapur sepertinya, jadi biar Anya yang menyiapkan sarapan besok pagi dan seterusnya. Dan Anya akan pulang lebih awal untuk menyiapkan makan malam....,"

Anya bercerita tanpa henti hingga membuat Abi dan Ibu hanya bisa tersenyum mendengarnya. "Terima kasih, cantik. Tapi Anya kan sibuk," kata Ibu. 

"Lebih baik Anya sibuk di rumah tapi Ibu sehat daripada Anya sibuk diluar tapi Ibu sakit begini."

---------------------------------------

Ibumu pasti mengerti kalau kamu sibuk, tapi mengertilah bahwa Ibumu sudah tua.

No comments:

Post a Comment