Friday 17 May 2013

Kalahkan ego, bersiaplah untuk hari esok!

Untuk kesekian kalinya aku terbangun malam itu, 01.00 , 02.00 , 03.00. Yang terfikirkan hanya bagaimana caranya aku tertidur lagi setelah terbangun. Mencoba berbagai cara, mendengarkan musik, memaksa diri untuk menguap, ah konyol sekali yang ku lakukan ini. Tapi itulah yang memang ku alami dan sangat sering ku lakukan. Sampai terdengar Adzan Subuh saat aku lagi-lagi membuka mataku. Setelah shalat, banyak sekali permintaan yang ku panjatkan pada Nya, tak terhitung. Dan aku selalu menuntut hal itu untuk dikabulkan. Harus, atau aku akan memaksakannya. Tak peduli bagaimana caranya, aku harus mendapatkannya.

Matahari mulai menyapaku lewat celah jendela ruang singup ini. Mencoba mengintip lewat jendela yang sedikit berdebu, berharap matahari belum terlalu naik pagi ini, setidaknya aku bisa kembali memejamkan mataku sejenak. Tapi, ah..harapanku begitu saja hilang saat ku alihkan pandanganku ke arah jam dindingku. Waktu tak lagi bersahabat denganku, seakan tak ingin aku terlalu lama berada di antara pengap. Baiklah, aku keluar. Seret langkah yang terdengar berat semakin menambah suasana lelah pagi ini, sama seperti pagi-pagi sebelumnya. "Brak!" Ku banting pintu kamar mandi karena aku selalu tak berkawan dengan pagi. Kesal, aku lelah, mengertilah, pastilah tak satupun menjawab karena pagi seperti ini sudah menjadi rutinitas di gubuk ini. Tak lama waktu yang ku butuhkan untuk bersiap diri menjalani paksaan dan masalah-masalah hari ini. 

Segera ku lihat orang tua yang selalu mengantarku sampai depan pintu kayu itu lalu ku beranjak pergi. Ya, padat jalanan kembali ku temui, semacam siksaan ditengah panas kota ini. Kota kumuh yang selalu muram tak pernah memberi keceriaan untuk para penduduknya.Siapa yang senang berada disini, aku pun tidak.Bising suara kendaraan, abu-abu asap yang tak pernah terlewatkan, bagaimana tidak, begitu banyak kendaraan yang mungkin melebihi jumlah kepala keluarga disini, banyaknya pabrik yang tak henti menambah polusi kota ini -baiklah kota ini boleh saja menjadi kota industri tapi tak harus menjadi kota polusi-, ah ya pemandangan yang paling sering ku temui adalah putung rokok!!! Entah aku sangat membenci pemandangan itu. Sudah mencemari udara, mengotori jalanan pula. Andai aku bertatap muka dengan orang yang melakukannya, sudah ku lahap dia dengan semburan kata-kata panasku. 

Sampailah aku di tempat biasa ku menjalani rutinitas harianku, bersiap untuk segala masalah-masalah baru yang selalu menambah kesan buruk hari ini. Sungguh, dipenuhi tekanan adalah hal yang tak menyenagkan, sama sekali. Kertas, bolpion, mereka musuh bebuyutanku. Sejak pagi hingga hampir senja aku berurusan dengan mereka seperti aku pekerja rodi saja. Aku ingin pulang, aku ingin pulang, aku ingin pulang. Aku hanya ingin pulang, kembali ke singup ruanganku sendiri, melakukan apapun yang ku ingin dan tak satupun musuh-musuh ini bisa masuk. Tak satupun! Tapi aku harus menghadapi kenyataan buruk ini, lebih dari enam jam harus ku lalui disini, baiklah. Garis-garis kertas ini menambah garis-garis DATAR di hidupku. Tak adakah garis yang sedikit bergelombang sehingga ku bisa sedikit menikmatinya? 

Sudah lebih dari enam jam aku disini bersama mereka kawan-kawan yang tak pernah menjadi kawan. Sapaan-sapaan yang tak pernah menjadi sapa semangat. Aku masih menikmati duniaku sendiri yang menginginkan segala yang ku rencanakan tanpa harus memikirkan apa yang akan terjadi setelahnya atau yang terjadi pada sekitarku. Sudahlah, ini saatnya aku kembali ke rumah pilar. Saatnya aku menyendiri lagi. Menanti senja di dalam "singup"ku. Saat senja menyapa, oranye ungu biru tua abu-abu dan putih yang beradu memancarkan indah damai hari ini. Siapa yang berani menyela saat aku menikmati langit ini. Sungguh pemandangan yang tak pernah ingin ku lewatkan karena di saat-saat seperti inilah aku menemukan kedamaian. Andai setiap detik adalah senja, mungkin aku akan berkawan dengan apapun dan siapapun. 

Menit-menit jingga berakhir, hanya ada hitam, bulan dan lampu redup. Siapa yang menyangka aku takut akan kegelapan? Bukan takut akan terjadi hal yang menakutkan, tapi takut memejamkan mata dan takut esok hari cepat datang kembali. Sehingga ku putuskan untuk membuat secangkir kopi pahit agar mataku tak terpejam dan aku tak perlu cemas saat terbangun nanti. Sesekali aku menyapa seseorang di seberang sana walau hanya lewat dunia yang sering dibilang palsu, tanpa kepastian.Tak mengapa, aku menikmatinya karena menyapanya sudah menjadi setitik bagian dari hariku. Sepertiga malam ku lewati, mata sudah memaksa untuk terpejam namun aku masih saja ingin terjaga, masih terlalu takut menghadapi esok yang sama sekali tak ku harapkan. 

Sekilas aku melihat sebuah catatan kawan "nilai diri dan harimu" dan aku harus menandai mana saja yang sudah ku rasakan dalam hidupku, begini hasilnya :
Ceria
Semangat
Bahagia (terkadang)
Egois
Memaksakan kehendak
Menikmati pagi
Menyapa kawan
Optimis
Pesimis
Malas
Bersyukur
Menghujat
Mengeluh
Menyayangi
dll : ....... (aku tak mampu mengisi lebih)

Coretan yang ku buat sendiri memberiku kesempatan untuk melakukan sesuatu, membuat rencana baru akan hari esok. Secara garis besar, aku merencanakan hari esok seindah mungkin dan itu akan benar-benar menjadi kenyataan. Ini rencanaku saat itu dan sudah ku nikmati :

Segarnya pagi ini karena sengaja ku buka pintu sejak malam, sinar matahari perlahan juga merasuk sukma dan menjadi semangat tersendiri pagi ini. Aku masih sering terbangun setiap dini hari, tak lagi tidur yang ada di pikiranku, aku mencoba lebih baik. Aku mengambil wudhu, bercerita padaNya dan lebih banyak bersyukur. Begitupun pada shalat subuhku, memang masih banyak sekali keinginanku, tapi aku tak ingin memaksakannya. Aku sudah berusaha dan berdoa, untuk selanjutnya, bukan lagi menjadi urusanku, itu urusan Allah akan menjamahnya ataupun tidak. Aku sudah cukup bahagia bisa selalu bercerita padaNya dan Dia selalu mendengarkanku, seakan tidur dini hari ku selalu dihiasi dengan pelukanNya. Subhanallah.

Melangkah keluar ruangan favoritku dengan senyum dan mulai ku sapa satu per satu anggota keluarga mungil ini. Betapa indahnya saat melihat mereka tersenyum padaku setiap pagi, menambah semangat yang sama sekali belum pernah ku rasa. Sungguh pagi ku sangat menyenangkan mulai saat itu. Tak ada lagi lelah ku temui atas semua keluh kesahku sendiri, ya..karena keluhan itupun sudah jarang ku nikmati. Aku justru membuang keluhan itu jauh-jauh. Cepat-cepat ku percantik diriku untuk menyambut permainan dan tantangan baru hari ini yang ku yakin akan sangat menyenangkan.

Jalanan ini memang masih ramai, padat. Tapi lihat, begitu banyak manusia yang masih mau berjuang melawan panas dan penat. Mengayuh sepeda mereka untuk menjual makanan, barang, sampai mengantarkan orang lain ke tempat tujuan. Masih ada asap-asap yang menurutku tetap saja polusi, lalu mengapa? Aku juga akan tetap menikmati ini setiap hari. Tak apalah polusi ini berkelanjutan asal tak lebih parah dan kota ini bisa lebih maju serta membantu pembangunan yang akan terus berkembang. Dan...putung rokok! Masih saja ku lihat dimana-mana, semoga mereka akan disadarkan. Boleh saja melepas penat dengan barang kegemaran mereka itu, tapi tidak untuk dibuang sembarangan.

Tak akan ada lagi masalah ataupun paksaan karena aku akan sangat senang dengan kegiatanku hari ini dan seterusnya. Kertas dan bolpoin tak lagi menjadi momok bagiku, mereka sudah menjadi refleksi diriku sendiri. Segala yang ku rasa, ku dengar, ku lihat akan tertuang perlahan. Memang tak seindah yang dibayangkan kebanyakan orang, tapi aku mulai bersahabat dengan tulisanku. Enam jam lebih itu tak lagi terasa lama, karena aku menyukainya. Aku mulai tersenyum pada kawan-kawan yang berlalu lalang di hadapanku. Mencoba menimbun semangat dari sapaan-sapaan mereka. Menyenangkan bukan? Duniaku sudah begitu sejajar dengan dunia mereka yang penuh warna. Sepulangnya aku dari aktifitasku, ku coba hentikan kendaraanku di pinggir jalan dan menikmati senja hari ini. Begitu nikmatnya, menikmati jingga dengan sedikit ungu diantaranya diiringi musik-musik natural dari angin dan kendaraan yang berlalu di belakangku. Tak lama, aku kembali ke istana yang sebenarnya. Rumah. Suasana tentram karena anggota keluarga yang selalu menantiku untuk makan malam bersama. Segera ku rapikan diri, dan menuju ke meja makan. 

Dan ingin rasanya malam ini aku mengalahkan ego ku sendiri. Aku ingin memejamkan mataku lebih awal daripada biasanya. Tak mengapa jika aku harus terbangun di sepertiga malam setiap harinya, tapi sekarang badanku ingin istirahat, ragaku butuh sedikit santai tak seperti biasanya. Lagi, ku sempatkan diri untuk menyapa dia yang di seberang sana,aku ingin dia tau hari ini sangat menyenangkan dan dia adalah bagian dari kebahagiaan yang ku rasakan hari ini. Berharap esok masih bisa bertegur sapa dan kembali tertawa bersama. Kopi, lupakan sejenak tentang kopi, aku berdoa, mengucapkan terimakasih pada Allah atas segala nikmatNya hari ini dan mulai ku pejamkan mataku. Tak lagi takut akan hari esok karena ku yakin hari esok akan lebih menyenangkan daripada hari ini. Akan banyak sekali permainan dan tantangan baru yang menantiku. Aku akan bersiap untuk hari esok. 

Ah, aku lupa. Aku membuat list sendiri hari ini "Ini Hariku dan Kamu(semoga)" :
Menyenangkan
Nikmat
Bersyukur
Bahagia
Optimis
Ceria
dll : masih banyak hal positif lain yang tak akan cukup tertulis di daftar ini

Kalahkan ego, dan bersiaplah untuk hari esok! Sampai jumpa :)

No comments:

Post a Comment